POST JATENG – Kepala Desa Bojongsari Alian Edi Iswadi meminta kepada anggota DPRD Kebumen untuk menggunakan Hak Angket dan Interpelasi dewan sebagai upaya menindak dugaan pelanggaran pilkada yang diduga dilakukan Calon Bupati Petahana Arif Sugiyanto.
Hak angket sendiri adalah hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu undang-undang dan atau kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
Sedangkan Hak interpelasi adalah hak DPR untuk meminta keterangan kepada pemerintah mengenai kebijakan pemerintah yang penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Hal itu disampaikan Edi Iswadi saat audiensi dengan anggota Komisi A DPRD Kebumen. Bersama perwakilan perwakilan kades, mantan kades, tokoh masyarakat dan pemuda pemerhati hukum, di ruang rapat Komisi A, Kamis (14/11/2024).
Adapun dugaan pelanggaran tersebut terkait dengan mutasi atau pergantian pejabat administrator yang dilakukan pada tanggal 22 Maret tahun 2024. Sementara berdasar pada lampiran keputusan KPU Nomor 2 tahun 2024 menyatakan penetapan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah adalah 22 September 2024. Sehingga 6 bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon terhitung tanggal 22 Maret 2024.
Pelantikan dan pengambilan sumpah PNS dalam jabatan administrator pada Jumat (22/3) diantaranya adalah, Slamet Hadiono dari Sekcam Petanahan dilantik Sekcam Adimulyo. Dra Unik Ganiwati dari Sekcam Adimulyo dilantik menjadi Sekcam Sruweng.
Angga Aulia Primadana Sekcam Sempor dilantik menjadi Sekcam Petanahan. Rumadi,SE Sekcam Sruweng dilantik menjadi Sekcam Buayan dan Berkah Catur Atmaji, Sekcam Buayan dilantik menjadi Sekcam Sempor.
“Mereka semua sudah dilantik, saat itu Sekretaris Daerah (Sekda) Edi Rianto
yang melantik dan mengambil sumpah. Lokasi pelantikan di Aula Disdik pada malam hari sekitar pukul 21.00 WIB,” kata Edi Iswadi, Kamis (14/11), saat Audiensi dengan Komisi A DPRD Kebumen.
Bukti bahwa Calon Petahana Nomr Urut 2 Arif Sugiyanto telah melakukan mutasi atau penggantian pejabat bisa dilihat di halaman resmi Kecamatan Adimulyo,
https://kec-adimulyo.kebumenkab.go.id/index.php/web/post/251/buka-bersama-dan-lepas-sambut-sekcam-adimulyo.
“Di website resmi ini jelas berita acaranya tertanggal 28 Maret 2024. Sementara foto kegiatan serah terima jabatan (Sertijab) dari pejabat lama ke pejabat baru 27 Maret 2024,” ungkap Edi sembari menunjukan website resmi Kecamatan Adimulyo dari handphone miliknya.
Dalam narasi berita di website itu tertulis dengan judul Buka Bersama dan
Lepas Sambut Sekcam Adimulyo. Di kesempatan ini dilakukan penyerahan serta ucapan terimakasih dan kenang-kenangan kepada Sekretaris Camat (Sekcam) lama ke Sekcam yang baru. Sambutan diisi oleh Camat Adimulyo Drs Budiono MSi.
“Dra Unik Ganiwati Sekcam Adimulyo digantikan oleh Slamet Hadiyono yang
sebelumnya menjabat Sekcam Petanahan. Sementara Bu Unik menjabat sebagai Sekcam Sruweng. Namun, anehnya selang beberapa hari mereka berdua kembali menjabat ditempat yang lama hingga sekarang,” bebernya.
Hal itu, lanjut Edi, merupakan langkah dan tindakan yang sangat ceroboh. Karena pelantikan itu diduga juga tidak mendapat persetujuan dari Menteri Dalam
Negeri (Mendagri), karena Bupati Kebumen Arif Sugiyanto tidak mengajukan ke Mendagri.
“Hal itu lah yang menyebabkan terjadi adanya dugaan pelanggaran dalam
penyelenggaraan pemerintahan yang menabrak undang-undang,” lanjutnya.
Sesuai dengan ketentuan Pasal 71 Undang-undang no 10 tahun 2016 tentang perubahan kedua atas undang undang no 1 tahun 2015 tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti Undang-undang no 1 tahun 2014 tentang pemilihan Gubernur , Bupati, Walikota menjadi undang undang , bahwa tegaskan sebagai berikut :
Gubernur, Bupati dan Walikota dilarang melakukan pergantian pejabat 6 bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan akhir masa jabatan kecuali mendapat persetujuan tertulis dari Menteri Dalam Negeri (Mendagri).
Edi Iswadi sekaligus masyarakat Kebumen ingin agar terkait regulasi pergantian pejabat di Kabupaten Kebumen dapat dilakukan dengan baik dan benar, tidak menabrak aturan dan norma undang-undang yang berlaku.
“Seorang bupati seharusnya tak semaunya sendiri dan bukan karena faktor suka atau tidak suk, bisa mindah semaunya. Seorang pemimpin itu yang bisa bikin adem, ayem, bisa menerima masukan dan kritik, bisa menjadikan rasa persatuan dan kesatuan demi kemajuan Kabupaten Kebumen,” pungkasnya.
Sementara itu, kuasa hukum Edi Iswadi, Azam Prasojo Kadar menyatakan mutasi atau penggantian pejabat oleh kepala daerah petahana, sangat jelas melanggar Undang-Undang (UU) tentang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak 2024.
“Peristiwa fakta hukum dan pelanggaran sudah terjadi, norma sudah ditabrak, sehingga tindakan itu sudah melanggar UU Pilkada,” kata Azam kepada wartawan usai audiensi, Kamis (14/11/2024).
Melakukan mutasi penggantian pejabat enam bulan sebelum penetapan pasangan calon oleh KPU merupakan tindakan yang dinilai bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.
“Dan ketentuan tersebut berlaku bagi petahana. Apabila petahana melanggar
ketentuan tersebut dikenai sanksi pembatalan sebagai calon oleh KPU,” ucap Azam melanjutkan.
Lanjut Azam, hal ini dikhususkan lagi di Pasal 71 ayat 5 yang berbunyi dalam
hal Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, dan Walikota atau Wakil
Walikota selaku petahana melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 2 dan 3, petahana tersebut dikenai sanksi pembatalan sebagai calon oleh KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/ Kota.
Tambah Azam, meski pelantikan dilakukan oleh Sekda dan kemudian hari
dibatalkan, hal itu membuktikan bahwa pelantikan itu sudah dilaksanakan. Lanjutnya, hukumnya ada peristiwa yang sudah terjadi.
“Meski yang melantik seorang Sekda tapi surat perintahnya seorang bupati. Dan kalaupun ada pembatalan, artinya pelantikan sudah dilaksanakan, peristiwanya sudah terjadi,” imbuhnya.
Azam menegaskan jika di kemudian hari, petahana menyadari telah melakukan
kekeliruan soal pelantikan, itu merupakan persoalan lain.
Diketahui, Pasal 71 ayat (2), UU Pilkada mengatur kepala daerah tidak boleh mengganti pejabat enam bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai akhir masa jabatannya, kecuali mendapatkan persetujuan tertulis dari Menteri Dalam Negeri (Mendagri).
Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.